Era Digital, Masyarakat Lebih Percaya Content Creator Dibandingkan Pakar

TANTANGAN digital yang dihadapi Indonesia sekarang ini cukup berat. Di antara tantangan itu adalah rendahnya literasi digital. Padahal, penduduk Indonesia rata-rata menggunakan media sosial selama delapan jam sehari. Mereka yang terkenal santun menjadi pribadi berbeda ketika berinteraksi di dunia maya melalui media sosial.
“Interaksi masyarakat di media sosial tidak mencerminkan orang Indonesia yang di kehidupan nyata menjunjung sopan santun,’’ kata Ketua Harian Komite Komunikasi Digital Jawa Timur Arief Rahman saat menjadi pembicara dalam talk show dan pengukuhan Komite Komunikasi Digital Kabupaten Ponorogo, pada Rabu (26/07/2023).


Menurut dia, media sosial juga mendorong era di mana pakar tidak lagi dipercaya. Masyarakat lebih percaya pada informasi yang disampaikan oleh content creator atau influencer dengan ribuan follower dibandingkan seseorang yang benar-benar ahli dalam bidangnya. “Ada istilah matinya pakar. Orang yang ahli atau pakar dalam bidang tertentu tidak lagi dipercaya. Masyarakat lebih percaya pada content creator atau influencer meski informasi yang disampaikan tidak utuh atau hanya sepotong-sepotong,” jelas Arief.


Namun, Arief mengingatkan bahwa tidak semua konsumsi media sosial berdampak buruk. Dampak positif dari media sosial juga berpengaruh terhadap kreativitas. Dia mengambil contoh semakin banyaknya content creator yang mampu memonetisasi (mengubah sesuatu agar menjadi penghasilan) atas karyanya.
Arief menjelaskan bahwa setidaknya ada empat kecakapan penting dalam literasi digital yang harus dikuasai masyarakat. Yakni, digital skill, digital ethic, digital safety, dan digital culture. Sedini mungkin mengenalkan empat kecakapan itu karena anak-anak dengan mudah mengakses media sosial saat ini mudah diakses sedini mungkin media sosial. ‘’Literasi digital kita sekarang ini sangat rendah, masih banyak yang menyebarkan informasi pribadi di media sosial,’’ terannya.


Rendahnya literasi digital masyarakat juga menjadi perhatian Kepala Dinas Komunikasi Informatika (Diskominfo) Jawa Timur Sherlyta Ratna Dewi Agustin. Di tengah tsunami informasi saat ini, banyak sekali berita dan informasi bohong alias hoaks yang menyebar ke masyarakat. Guna menangkalnya, Diskominfo Jatim memiliki aplikasi Klinik Hoaks yang dapat direplikasi oleh kabupaten atau kota. ‘’Melalui aplikasi ini masyarakat bisa mengecek kebenaran dari sebuah informasi yang beredar dan mendapatkan jawaban dalam waktu tidak lebih dari 24 jam,’’ ungkapnya.
Sherlyta melanjutkan, dalam tiga tahun terakhir tidak kurang dari 3.874 berita dan informasi telah terverivikasi di Kinik Hoaks.Sedangkan di tahun 2023 ini, sudah ada 372 berita yang terverivikasi. (dyah/kominfo/hw)