Tantangan Dorong Perempuan Cintai Data

DUA dari tiga kepala bidang yang ada di Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Ponorogo adalah perempuan. Seorang di antaranya Herli Wahyu Margalina yang mengepalai bidang statistik dan persandian.  Apa saja pandangannya tentang kesetaraan dan kemandirian perempuan bertepatan dengan peringatan Hari Kartini?

SATU tantangan yang dihadapi kaum perempuan. Yakni, rendahnya kecintaan terhadap data. Padahal, di mata Herli Wahyu Margalina, data adalah ujung tombak pembangunan yang harus ditelaah dan disosialisasikan kepada khalayak.

‘’Data itu acuan bagi pembangunan, penting untuk membaca dan memahami data secara utuh,’’ kata Bu Lina –sapaan Herli Wahyu Margalina.

Ketika semua orang –termasuk perempuan—sudi membaca data, mengartikan, dan membantu mensosialisasikannya kepada masyarakat luas, maka  akan muncul kesepahaman bersama. Pihak pengambil kebijakan pun bakal lebih mudah mengambil langkah-langkah strategis.

‘’Tujuan pembangunan juga akan lebih mudah tercapai,’’ terangnya.

Bu Lina menambahkan, perlu terus menyosialisasikan tentang kecintaan pada data dan pemahaman pada keamanan informasi. Perempuan yang memahami fungsinya akan bertindak dengan mengacu pada data dan lebih berhati-hati  menyikapi informasi yang beredar.

‘’Ambil contoh saat menghadapi pandemi Covid-19. Perempuan yang menyadari fungsinya sebagai ibu akan lebih memperhatikan kesehatan dengan melakukan pencegahan sehingga anggota keluarganya tetap sehat semua,’’ jlentrehnya.

Terlebih di era teknologi yang semakin maju sekarang ini, seyogianya para perempuan lebih aktif membaca data. Upaya itu dapat mengendalikan aktivitas di media sosial agar tidak oversharing dan gampang termakan berita hoax.

‘’Ibu-ibu yang biasanya heboh, kelangkaan komoditas tertentu langsung disikapi dengan aksi borong. Cermati dan telaah data dulu sebelum mengambil keputusan,’’ pesan Bu Lina.

Kendati pengarusutamaan gender berlangsung deras, namun Bu Lina memandang  tiga peran utama perempuan yang tidak dapat tergantikan. Yakni, sebagai istri pendamping suami, ibu untuk anak-anaknya, dan perempuan selaku makhluk sosial. Pendamping pasangan dalam arti memberi support yang tetap memposisikan suami sebagai kepala rumah tangga. Perempuan adalah pengasuh, pendidik, dan pencurah kasih sayang terbaik untuk anak-anaknya.

‘’Pilar keberhasilan anak-anak adalah ibu,’’ tegas Bu Lina.

Perempuan selaku makhluk sosial memiliki peran berkarya. Namun, berkarya tidak harus berarti bekerja di ruang publik. Melainkan lebih pada aktualisasi diri yang bentuknya amat beragam.

‘’Sesuai passion yang dimiliki masing-masing individu,’’ jelas ibu tiga anak itu.

Sudah menjadi kodrat seorang perempuan yang perlu mempertimbangkan banyak hal sebelum mengambil keputusan. Berkarir di pemerintahan sering kali menuntut Bu Lina memutuskan sesuatu secara cepat. Berkebalikan dengan laki-laki yang terbiasa cepat mengambil keputusan.

‘’Perempuan itu kalau mau mengambil keputusan, pertimbangannya  dari ujung rambut sampai telapak kaki. Bagaimana dampaknya hingga ke hal-hal kecil sekalipun,’’ ucap perempuan kelahiran Madiun 1969 itu.

Banyak menimbang-nimbang dampak peran ganda perempuan sebagai istri, ibu, sekaligus wanita karir. Jika mau berhitung, waktu yang dimiliki perempuan nyaris tersita habis untuk memenuhi tuntutan perannya itu.

‘’Niatkan sebagai ibadah sehingga peran apapun yang harus dijalani akan terasa lebih ringan,’’ pungkasnya. (kominfo/dyah/hw)